Keanekaragaman Hayati, Manfaat, Dan Konservasi - LITERASI GEOGRAFI

Latest

Website ini membahas tentang segala hal yang berhubungan dengan geografi, baik fisik, non fisik, dan sosial, serta yang bersangkutan dengan pendidikan geografi.

Thursday, April 12, 2018

Keanekaragaman Hayati, Manfaat, Dan Konservasi


A. Definisi Keanekaragaman Hayati
  Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya alam yang melimpah. Banyaknya sumber daya alam yang terdapat di Indonesia tidak terlepas dari lokasinya di daerah tropis. Salah satu kekayaan alam Indonesia adalah dengan adanya hutan tropis, yang di dalamnya terdapat berbagai macam tumbuhan dan hewan. Hutan tropis Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di dunia.  Indonesia termasuk dalam daftar negara megabiodiversiti, yang hanya tertandingi oleh Afrika dan Zaire, dan sebagian dari kekayaan hayati tersebut banyak di antaranya tidak dijumpai di belahan bumi mana pun. Kekayaan spesies Indonesia tercatat dalam urutan kesatu untuk mamalia (436 spesies, 51% endemik), kupu-kupu (121 spesies, 44% endemik), palem (477 spesies, 47% endemik), keempat untuk reptil (512 spesies, 29% endemik), kelima untuk burung (1.519 spesies, 28% endemik), keenam untuk amphibi (270 spesies, 37% endemik), dan ketujuh tumbuhan berbunga (29.375 spesies, 59% endemik) (Dirjen PHKA, 2007). 
  Menurut Tim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (1995:2) keanekaragaman hayati diartikan sebagai keseluruhan genus, spesies, dan ekosistem di dalam suatu wilayah. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1994 disebutkan bahwa keanekaragaman hayati merupakan keanekaragaman di antara makhluk hidup dari semua sumber, termasuk di antaranya daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lain, serta kompleks-kompleks ekologi yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman di dalam spesies, antara spesies, dan ekosistem. Dengan demikian keanekaragaman hayati mencakup semua bentuk kehidupan di muka bumi, mulai dari makhluk yang paling sederhana seperti jamur atau bakteri sampai yang rumit seperti manusia atau satwa. Jadi dapat disimpulkan bahwa keanekaragaman hayati adalah keseluruhan makhluk hidup yang terdapat di bumi meliputi yang ada di daratan, lautan, dan ekosistem akuatik lainnya.
  Keanekaragaman hayati sangat penting bagi manusia karena merupakan pendukung kehidupan yang memberi manusia memperoleh ruang hidup yang di dalamnya terdapat flora, fauna, dan sebagainya untuk dikelola secara bijaksana oleh manusia, di mana sebenarnya manusia sendiri adalah salah satu komponen keanekaragaman hayati (Indrawan. dkk, 2007:2). Keanekaragaman hayati juga dijelaskan oleh World Wildlife Fund (Indrawan. dkk, 2007:15) sebagai jutaan tumbuhan, hewan dan mikroorganisme, termasuk gen yang mereka miliki, serta ekosistem rumit yang mereka susun menjadi lingkungan hidup.
  Makhluk hidup yang beragam dan tersebar tidak merata di muka bumi dapat digolongkan menjadi beberapa golongan. Menurut Indrawan. dkk (2007: 15), keanekaragaman hayati dapat digolongkan menjadi tiga tingkat, antara lain:
  • Keanekaragaman spesies; semua spesies di bumi, termasuk bakteri dan prostista serta spesies dari kingdom bersel banyak (tumbuhan, jamur, hewan yang bersel banyak atau multiseluler)
  • Keanekaragaman genetik; variasi genetik dalam satu spesies, baik di antara populasi-populasi yang terpisah secara geografis, maupun di antara individu-individu dalam satu populasi.
  • Keanekaragaman komunitas; komunitas biologi yang berbeda serta asosiasinya dengan lingkungan fisik (ekosistem) masing-masing.
Ketiga tingkat keanekaragaman hayati itu diperlukan untuk kelanjutan kelangsungan hidup di bumi dan penting bagi manusia.
  Keberlanjutan siklus keanekaragaman hayati sangat penting bagi manusia, karena alam menyediakan kebutuhan bagi manusia seperti ketahanan pangan. Maka dari itu sudah selayaknya manusia melakukan konservasi terhadap alam agar variasi organisme yang ada tidak rusak ataupun punah. Konservasi keanekaragaman hayati diperlukan untuk keseimbangan ekosistem, juga karena pemanfaatan sumber daya hayati untuk berbagai keperluan secara tidak seimbang akan menyebabkan makin langkanya beberapa jenis flora dan fauna karena kehilangan habitatnya, kerusakan ekosistem, dan menipisnya plasma nutfah (Supriatna, 2008:53).

B. Mengapa Keanekaragaman Hayati Sangat Penting
  Keanekaragaman hayati merupakan hal yang sangat penting bagi manusia, karena keberlangsungan hidup manusia bergantung pada keseimbangan dari alam, baik hewan maupun tumbuhan. Jika keanekaragaman hayati terganggu maka secara pasti akan berdampak langsung pada manusia. Dampak-dampak tersebut seperti kekurangan makanan, terganggunya ekosistem, perubahan habitat, sampai kepada dampak yang paling parah yaitu bencana alam. Karena keanekaragaman dapat memberikan dampak langsung kepada manusia, maka manusia harus selalu menjaga keseimbangan alam agar tetap stabil. Manusia boleh saja memanfaatkan keanekaragaman makhluk hidup di bumi, akan tetapi harus dalam konteks efisiensi.
  Manfaat keanekaragaman hayati sangat banyak bagi manusia, seperti manfaat ekonomis, ekologis, sebagai sumber makanan, dan berbagai manfaat lainnya. Menurut Mutiara (2008: 31-33) ada enam manfaat dari keanekaragaman hayati bagi manusia antara lain:
  • Sebagai sumber bahan pangan, papan, dan obat; dalam kehidupan sehari-hari manusia memanfaatkan makhluk hidup yang ada di sekitarnya untuk makanan, obat-obatan, dan membuat rumah. pemanfaatannya antara lain seperti sayur-sayuran, kayu, kunyit, ayam, sapi, kambing, dan sebagainya.
  • Sebagai sumber pendapatan/devisa negara; keanekaragaman hayati dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan manusia, seperti pengelolaan hutan, mengambil hasilnya, dan kemudiannya menjualnya.
  • Sebagai sumber plasma nutfah; plasma nutfah adalah sifat-sifat unggul yang ada pada makhluk hidup.
  • Manfaat ekologis; keanekaragaman hayati merupakan komponen ekosistem yang sangat penting, misalnya hutan hujan tropis. Hutan hujan tropis memiliki nilai ekologis atau nilai lingkungan yang penting bagi bumi, antara lain sebagai paru-paru bumi dan dapat menjaga kestabilan iklim global, yaitu dengan mempertahankan suhu dan kelembaban udara.
  • Manfaat keilmuan; makhluk hidup yang beraneka ragam di dunia ini merupakan sumber ilmu yang masih dapat terus digali. Masih banyak rahasia alam yang belum dapat ditemukan dan dipecahkan oleh manusia. 
  • Manfaat keindahan; makhluk hidup yang beraneka ragam di dunia ini menambah keindahan alam. Manusia sering kali memanfaatkan keanekaragaman makhluk hidup untuk keindahan, seperti membuat taman yang terdiri dari berbagai jenis tumbuhan. 

C. Bagaimana Cara Mengonservasi Keanekaragaman Hayati
  Secara umum, hilangnya keanekaragaman hayati sebagai akibat dari aktivitas manusia yang sering kali tidak sebanding dengan keuntungan yang diperoleh. Sebagai contoh, hutan tropis basah yang merupakan rumah bagi spesies terestrial, hanya dalam waktu setengah abad telah hilang seluas 9 juta Km persegi, dengan banyaknya hutan yang rusak setiap tahunnya. Sebagai gantinya hanya dihasilkan lahan seluas 2 juta Km persegi dari 15 juta Km persegi lahan perkebunan produktif. Lapisan tanah yang miskin di daerah hutan tropis makin terdegradasi dan hanya menyisakan sedikit untuk produktivitasnya. Sekitar 10% dari hutan yang masih bagus kondisinya terletak di tebing pegunungan yang curam dengan curah hujan yang tinggi dan kondisi cuaca yang selalu berubah-ubah serta sulit diprediksi (Supriatna, 2008:101).
  Keanekaragaman hayati sejatinya harus selalu terjaga agar terpenuhinya segala kebutuhan hidup manusia pada khususnya. Pemerintah Indonesia begitu sadar dengan pentingnya keseimbangan keanekaragaman hayati tersebut, dari itu pemerintah Indonesia mengeluarkan produk hukum untuk mengatur tatanan hidup manusia agar tidak merusak lingkungan. Untuk konservasi  keanekaragaman hayati di Indonesia diatur oleh Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tiga asas, yaitu tanggung jawab, berkelanjutan, dan bermanfaat.
  Terdapat beberapa prinsip yang tengah berkembang untuk konservasi keanekaragaman hayati. Indrawan. dkk, (2007:11-12) menyebutkan bahwa ada lima prinsip dalam mendukung upaya konservasi, antara lain:
  • Keanekaragaman spesies dan komunitas biologi harus dilindungi,
  • Kepunahan spesies dan populasi yang terlalu cepat harus dihindari,
  • Kompleksitas ekologi harus dipelihara,
  • Evolusi harus berlanjut, dan
  • Keanekaragaman hayati memiliki nilai intrinsik (keindahan). 
     Apabila terlaksanakan kelima prinsip tersebut maka keseimbangan keanekaragaman hayati pasti akan selalu terjaga. Namun apabila kelima prinsip ini tidak terlaksana maka kepunahan dari berbagai spesies akan terjadi dan akan menurunkan keanekaragaman hayati yang nantinya berimbas kepada semakin sedikit manfaat yang dapat diperoleh manusia. 
     Konservasi keanekaragaman hayati harus dalam bentuk tindakan nyata baik dari pemerintah maupun dari masyarakat. Menurut Bambang (1999:186-187) secara umum bentuk konservasi dapat dibedakan atas dua golongan, antara lain: (1) Konservasi in situ adalah kegiatan konservasi flora/fauna yang dilakukan di dalam habitat aslinya. Konservasi in situ mencakup kawasan suaka alam (Cagar alam dan Suaka Margasatwa) dan kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam). (2) Konservasi ek situ yaitu kegiatan konservasi flora/fauna yang dilakukan di luar habitat aslinya. Konservasi ek situ dilakukan oleh lembaga konservasi, seperti kebun raya, arbetrum, kebun binatang, taman safari, dan tempat penyimpanan benih dan sperma satwa.

Referensi:

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2008. Konservasi Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Indrawan M, Primack RB, dan Supriatna J. 2007. Biologi Konservasi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Mutiara, Tiara. 2008. Ilmu Pengetahuan Alam untuk Kelas X. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Pamulardi, Bambang. 1999. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang Kehutanan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Nomor 5 tentang Konservasi Sumber Daya. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 1994. Undang-Undang Nomor 5 tentang Keanekaragaman Hayati. Jakarta: Sekretariat Negara.
Republik Indonesia. 1997. Undang-Undang Nomor 23 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta: Sekretariat Negara.
Supriatna J. 2008. Melestarikan Alam Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia. 1995. Strategi Keanekaragaman Hayati Global. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment